anak kucing (1)

02 Juni 2008

diceritakan... seekor anak kucing peliharaan, dipeliara sejak ia masih amat kecil. si anak kucing tak ingat siapa orangtua biologisnya... seperti apa raut wajahnya, suaranya, juga bagaimana warna bulunya. yang ia kenal hanya majikannya. mereka adalah manusia-manusia yang setiap hari dengan rajin memberi susu, biskuit, serta nasi campur. yang setiap mereka pulang, entah dari mana, selalu memanggilnya dengan suara manusia yang berbunyi “meng” atau “pus”lalu mengelus-elus leher dan belakang telinganya...

satu hal yang ia ingat dari orangtuanya adalah “kasih sayang”. dan seiring berjalannya waktu, rasa keingintahuan si anak kucing semakin besar. suatu saat ia memutuskan untuk meninggalkan rumah majikannya
untuk mencari tahu apakah sebenarnya “kasih sayang” itu. di belakang rumah majikannya ada halaman, di seberang pagarnya adalah hutan. ia lalu memanjat kayu pagar halaman belakang, pergi untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. dalam hati, ia ingin masuk ke hutan... terus ke dalam belantara, atau hingga terjawab rasa penasarannya.

dalam perjalanannya, yang pertama dilihat si anak kucing adalah semut dalam iring-iringan. ia kemudian menghampiri iring-iringan tersebut, lalu bertanya pada salah seekor semut,
hai semut... tahukah kau apa itu kasih sayang?

semut tersebut menjauh dari iring-iringan dan balik bertanya,
mengapa kau menanyakan hal itu padaku?

si anak kucing berkata,
aku tak tahu harus bertanya kepada siapa, semut...

semut berkata,
aku hanya semut pekerja, aku tidak mampu berpikir. lihatlah ukuran badanku yang kecil ini, artinya otakku sangat kecil hingga takkan sanggup berpikir, apalagi untuk menjawab pertanyaanmu itu. coba kau tanyakan padanya...
semut menunjuk seekor ulat di pohon, lalu meneruskan,
badannya lebih besar dari badanku, tentu otaknya pun lebih besar dari otakku. mungkin dia sanggup berpikir untuk menjawab pertanyaanmu.

si anak kucing mengangguk-angguk seolah setuju dengan si semut, tapi sebenarnya ia bergumam perlahan,
hampir berbisik,
mengaku berotak kecil, tapi cerewet juga semut ini...

lalu ia berkata pada semut,
baiklah... aku akan tanyakan padanya. terima kasih, hai semut.

si anak kucing meninggalkan semut pekerja, lalu mendekati pohon tempat ulat berada. ia kemudian melontarkan pertanyaan serupa pada ulat,
hai ulat, tahukah kau apa itu kasih sayang?

pun serupa semut pekerja, ulat balik bertanya,
mengapa kau bertanya padaku?

anak kucing menjawab,
kata semut, otakmu lebih besar dari pada otaknya. dan menurutnya, mungkin kau sanggup berpikir untuk menjawab pertanyaanku.

ulat kemudian berkata,
maaf kucing, memang benar otakku lebih besar dari pada otak semut, tapi aku tidak banyak bergaul.

sementara dialog itu berlangsung, beberapa ekor kupu-kupu terbang menghampiri mereka berdua... ulat melanjutkan,
kami, para ulat, hanya berdiam diri di bawah daun, berlindung dari panas dan hujan, makan daun itu sendiri, menunggu hingga waktunya tiba... berubah menjadi seperti mereka.
ulat menunjuk kupu-kupu.

ulat terdiam, lalu anak kucing bertanya lagi,
lalu pada siapa aku harus bertanya?

ulat tak langsung menjawab pertanyaan si anak kucing, tapi ia berpikir sejenak, kemudian menjawab,
hmm... coba kau tanyakan pada tupai, dia hidup di pohon-pohon tinggi, melompat kesana-kemari, dari pohon satu ke pohon yang lainnya, kadang masuk jauh ke dalam hutan, kemudian kembali lagi ke pohonnya. pergaulannya jauh lebih luas dari padaku, mungkin pikirannya juga lebih terbuka dari padaku dan dia sanggup menjawab pertanyaanmu.

seolah mencari dukungan, ulat menerawang, lalu menengadahkan kepala dan melihat kupu-kupu yang ada di sekelilingnya. ulat-ulat lainnya, mungkin puluhan jumlahnya, juga beberapa kupu-kupu bergumam menyetujui. si anak kucing baru menyadari bahwa sebenarnya puluhan ulat yang bergumam itu sedari tadi ikut mendengarkan dialognya, sama seperti beberapa kupu-kupu yang beterbangan di sekitarnya. melihat kawanan ulat dan kupu-kupu itu, si anak kucing hanya mengangguk-angguk sambil berpikir,
mengaku tidak banyak bergaul, tapi kawannya sebegitu banyak...

sebelum meninggalkan kawanan itu dan melanjutkan perjalanan untuk mencari tupai, si anak kucing berterimakasih pada ulat dan seluruh kawanan tersebut.

(bersambung...)

2 komen:

Astrid 2 Juni 2008 pukul 00.31  

haa..knapa ulaat??
'mungkin puluhan jumlahnya'...
Khh!! *langsung merinding* heu2..

btw, bodor..knp makhluk pertama yang ditanya bukan manusia yang selama ini paling dekat sama dia?hihi:D

mUx 2 Juni 2008 pukul 01.21  

waduh! maap...
kadang penulis juga gatau kenapa dia nulis itu. kadang. saya juga gatau, yang kepikiran tuh ulet!

di cerita ini binatang bisa ngerti omongan sesamanya (binatang lagi) tapi ga ngerti omongan orang.
nah, orang... di cerita ini (KEBETULAN di kenyataannya juga) ga ngerti omongan binatang.
jadi ga mungkin si anak kucing nanya ke manusia yang melihara dia

kotak berteriak

rating-rating ratinglah

cari-cari carilah

amazone produck previews

  © Free Blogger Templates Nightingale by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP