mental dulu, fisik mengikuti
04 Juni 2012
beberapa bulan terakhir saya menjadi anggota gym yang berlokasi di salah satu hotel di kawasan dago (nggak mau nyebut merk) :)
tadi malam, saya selesai latihan sekitar jam 9.30 malam, dan ternyata di beranda sedang ada perbincangan antara trainer, marketing dan office boy di situ. si trainer, U, bercerita tentang bagaimana dia bisa "terjebak" menjadi trainer disitu.
berbagai cemilan sejak kenal fitness |
G ini pernah sesumbar,
"tau si anu, yang jadi trainer di gym anu? tau si ini, yang jadi trainer di gym ini? tau si itu, yang jadi juara suatu bela diri se jabar? mereka semua saya yang mungut dari kehidupan mereka sebelumnya."
saya tertarik dengan cerita itu, maka saya ikut bergabung dengan mereka membicarakan hal tersebut.
ternyata si ini, si anu, si si itu, dipungut oleh G dari pasar, sebagai kuli angkut, dan dididik di gym nya.
pembicaraan berlanjut dengan U bercerita bahwa dia sendiri dulunya setelah lulus sma hanya bekerja sebagai tukang parkir dan kuli bangunan, kemudian diajak oleh si G ini untuk bekerja di gym nya.
terus apa seru nya?
seru nya adalah bagaimana G melatih si U dan semua anak didik nya.
awalnya setelah direkrut, si U hanya dikasih sapu dan pel, hanya untuk beberes setiap malamnya. dia sempat berpikir,
"lalu apa untungnya saya pindah dari tukang parkir jadi tukang nyapu ngepel?"
tapi kemudian, selama sebulan, G menambah "porsi kerjaan" si U dengan cara sengaja membuat beban-beban, dumbell dan barbel berantakan hanya untuk kemudian dibereskan oleh si U.
setelah sebulan berlalu, mulai lah U dilatih mengangkat beban yang benar. dan semuanya tidak mudah.
maksudnya, selama latihan, G selalu berbicara dalam bahasa sunda kasar.
misal, ketika si U melakukan triceps extension, G bilang
"ai sia teh keur naon, keur gagaro panu!?"
ketika si U melakukan concentration curl, G mengomentari
"sia teh keur nyair impun?"
(sia adalah "kamu" dalam bahasa sunda yang sangat kasar)
belum lagi makian seperti anjing, goblog, tidak pernah kelewat diucapkan oleh G.
dan ketika member-member di gym tersebut melihat U diperlakukan seperti itu, mereka hanya tersenyum kecil, dan kadang memberi semangat "nyantai, saya juga dulu digituin"
tapi jangan salah, di luar waktu latihan, di luar jam dinas, G berubah jadi pribadi yang berbeda.
omongannya sopan, someah (istilah di bahasa sunda yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai ramah)
sering kali G mengajak U main ke rumahnya,
"sok atuh ameng ka bumi"
dan ketika di rumahnya dengan sopan menawari makan
"sok tuang heula"
U lalu berpendapat, menurutnya, kita tuh memang sudah seharusnya, loh, dikasih pelatih yang kaya gitu, apalagi untuk di dunia fitnes, body building seperti ini. mental dulu, baru fisik. kalo mentalnya udah bagus, angkatannya bisa bagus, hasilnya ngikutin.
"coba mun urang baheula pundungan, geus moal jadi trainer didieu. keur markiran we atau keur ngaduk semen meureun"
itu keren banget menurut saya. seseorang yang mungkin kalo kebanyakan dari teman-teman saya bakal bilang "bukan siapa-siapa" pada awalnya (tukang parkir, kuli bangunan) bisa jadi personal trainer di gym hotel. kuli angkut di pasar bisa jadi trainer di gym besar di bandung, bisa jadi juara bela diri jawa barat.
semuanya karena gemblengan fisik dan mental yang luar biasa dari seorang G.
seorang G yang menurut U akan membuat gym baru yang akan merekrut orang-orang kecil untuk diprospek menjadi orang besar. "saya mah bakal nyari kuli angkut, tukang becak, supir angkot, untuk dilatih disini. kalo orang-orang yang udah punya dasar mah ngga akan saya terima"
thx U, ceritanya semalam sangat inspiratif. ;)
2 komen:
saee caritana:)
thx for sharing,kg muxxx:)
sama2 cit ;)
Posting Komentar