pagi ini sekitar pukul setengah 8 lebih, pukul 8 kurang... saya tidak tau tepatnya pukul berapa karena saya tidak mengenakan jam tangan. kalaupun saya mengenakan jam tangan, saya tidak akan sempat melihat pergelangan tangan saya karena saya sedang sibuk mengendarai motor dan lain-lain. dan lain-lain di situ bukan yang dikendarainya, masak iya saya mengendarakan motor dan bus, atau dan truk. tidak mungkin, karena saya tidak punya sim b. dan lain-lain di situ artinya saya melakukan aktivitas lain selain mengendarai motor, seperti melihat, mendengar, bernafas, mengalirkan darah ke seluruh tubuh secara tidak sadar, berbicara, jantung berdebar lebih kencang, dan melindungi tubuh dan motor dari serangan makhluk ganas bernama manusia di atas motor butut.
jadi begini ceritanya... pagi ini sekitar pukul setengah 8 lebih, pukul 8 kurang... kayak deja vu...
saya mengendarai motor dari arah jalan pahlawan, bandung, ke jalan cisitu baru, bandung. ya, di bandung. di jalan suci, di depan pasar suci, sekitaran pom bensin di seberang jalan pusdai situ. daerah situ kan memang macet, jadi ada bottle neck.dari dua arah masing-masing menyempit dari dua lajur mobil menjadi selajur. seperti biasa juga, motor banyak pengendara motor yang mengambil lajur di luar lajur mobil. sampai dua lajur tuh motor.
saya biasa pepet-pepetan sama kendaraan lain, memang. dan saya biasanya tidak mau dipepet. curang? tidak juga, walaupun saya berpendapat "boleh nyalip, asal jangan saya" tapi kalau orang lain berhasil mepet dan berhasil nyalip saya, ya silakan saja.
kejadian tadi cukup lucu, menurut saya...
saya termasuk pengendara motor yang mengambil lajur di luar lajur mobil, bersebelahan dengan saya, pengendara yang lain, berusaha melewati bottle neck, alias kami pepet-pepetan. tapi posisi saya sudah di depan dia. sesaat kemudian, bukan hanya pepet-pepetan, kami itu-ituan. aduuh, apa ya bahasanya... yang pasti stang kami beradu, sikut kami beradu, tapi kaca spion kami tidak beradu, karena motornya tidak seperti motor saya yang dipasang lengkap kaca spion standar, di kanan-kiri. alias motor dia tidak ada kaca spionnya. beberapa saat saya keukeuh tancap gas, dia juga. padahal jelas-jelas posisi saya ada di depan motor dia, tapi saya biarkanlah orang itu maju, saya injak rem kaki, saya remas rem tangan, saya jejakkan kaki kiri. saya berhenti disitu, melihat pengendara tadi melewati saya. dia pasang muka sangar...
ketika melewati saya, dia bilang dengan intonasi sesangar mukanya, ah... saya lupa apa saja yang dia bilang. yang pasti awas, minggir, semacam itu lah. saya pasang muka ceria. senyum lebar. tapi tidak kelihatan gigi, karena saya bukan model. saya senyum lebar, tidak berkata apa-apa.
setelah melewati saya, dia (terlihat jelas) menunggu saya melewatinya. tadinya saya tidak akan melewatinya, bahkan tidak akan mengambil tempat di sebelahnya, tetapi apa mau dikata, memang ada tempat kosong di sebelahnya, dan sudah sewajarnya saya masuk ke tempat itu. majulah saya ke sebelah kirinya, tepat di sebelah kirinya. pandangan saya lurus ke depan.berusaha tidak melirik dia sedikit pun, berusaha tidak mencari masalah. sumpah, saya tidak mau cari masalah. ini hanya masalah pepet-pepetan sesama pengendara motor. hal yang sangat spele.tapi disitu dia yang (lagi-lagi terlihat jelas) mepet saya dengan sengaja. menyentuhkan stangnya ke stang saya. saya bergeming. badan kurus begitu, tidak ada lah tenaganya bisa menggoyangkan stang motor saya. dia sedikit oleng ke kanan.kembali lagi mepet saya, saya melirik kepadanya, lagi-lagi saya pasang senyum lebar, dan tidak berkata apa-apa.dia yang memulai pembicaraan,
"macem-macem lo"
saya pasang senyum lebar, tidak berkata apa-apa.
"berani sama gua, lo"
saya masih pasang senyum lebar, tidak berkata apa-apa.
"belagu banget sih lo"
ya ampun... ini bandung. gua-lo segala dipake.
saya tetap pasang senyum lebar, tidak berkata apa-apa.
"heh, kalo naek motor tuh ngantri"
sekarang saya tidak bisa pasang senyum lebar, karena kasihan dari tadi dia bicara sendiri.
sekarang giliran saya,
"oh gitu ya mas"
kalau dia bicara dengan bahasa sunda, saya akan sapa dia dengan "a" atau "kang" tapi karena dia pakai "gua" dan "elu" jadi saya gunakan "mas" saja.
dia jawab,
"iya"
kesan yang saya tangkap dari intonasinya mengatakan itu adalah "sialan nih orang kagak bisa diajak nyolot"
mobil di depan jalan, melewati bottle neck. begitu bottle neck beres, dia sudah berada di depan saya, dan sekali lagi (ini benar-benar terlihat jelas) dia memperlambat laju motornya demi mencari saya. dia melirik kanan-kiri. saya lewati dia dari sebelah kanannya. tidak ngebut. biasa saja.
terlihat dari kaca spion, dia mengikuti dari belakang. dia sundul motor saya, ban motor dia kena ban motor saya. kalau ada sound effectnya, suaranya bukan "dhuak" atau "beletak" atau "gedubrak" boro-boro. suaranya begini, "dep."
ah... cemen.
saya lihat kaca spion, dia masih ada di belakang saya. berjalan sedikit, lalu saya injak rem kaki, saya remas rem tangan, kencang-kencang. kali ini tidak usahlah kita bahas sound effectnya, karena dia belum sempat saya berpikir, dia mepet saya dari sebelah kanan, masih dengan tampang sangar, dia berkata,
"heh"
belum selesai dia bicara, saya potong dengan intonasi yang ramah, pembicaraan yang ramah, dan muka yang ramah,
"mau kemana mas?"
tetap pasang senyum lebar setelahnya.
"mau berantem, berantem yu"
kalau teman saya yang bicara demikian, kemungkinan besar saya akan menjawab, "enggak ah, takut menang"
tapi karena beda kasus, beda orang, beda situasi dan kondisi, saya menjawab,
"aah... jangan mas"
selalu pasang senyum lebar.
"takut lu sama gua?"
engga, mas, saya takut sama Alloh, bukan sama situ, tapi saya menghindari perkelahian di jalan. mending kalau saya selebritis, pasti masuk infotainment tuh seminggu. tapi siapa saya, apa gunanya meladeni tantangan perkelahian di jalan.
saya jawab,
"iya mas, badan saya gendut gini mana mungkin bisa berantem"
hehehe...
dia mepet saya, lalu meraih kunci motor saya, diputarnya, matilah motor saya. limbung saya karena mendadak kehilangan kecepatan. tidak sampai berhenti, saya langsung menghidupkan kembali
motor saya. saya berniat mengacungkan jempol padanya, tapi entahlah apa yang akhirnya saya acungkan.
dia melirik saya, juga mengacungkan tangannya, entah pertanda apa. peduli amat.
pengendara motor itu mengenakan jaket kulit hitam dan helm half-face. itu saja yang saya perhatikan. sepertinya dia belum bercukur seminggu, artinya saya masih lebih rapi dari dia, karena terakhir saya bercukur adalah dua hari yang lalu. motor yang dia kendarai adalah motor bebek yang sudah tua, yang pasti lebih tua dari motor saya, saya yakin itu.
seharusnya saya mencatat nomor polisinya, namun apa mau dikata, kata mau diapa. semoga cerita ini tidak dianggap fiktif belaka, karena cerita ini sebenar-benarnya terjadi tadi pagi, sekitar pukul setengah 8 lebih, pukul 8 kurang... kayak deja vu.
Read more...